SURABAYA – Meningkatnya permintaan akan protein hewani saat bulan Ramadhan berakibat pada perubahan harga daging di pasaran karena minimnya stok. Tak sedikit oknum yang memanfaatkan itu dengan menjual daging sapi gelonggongan.
Guru besar Kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet) Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr Mustofa Helmi Effendi drh DTAPH, Senin (28/3/2022) menyebut penyediaan daging gelonggongan merupakan salah satu bentuk pelanggaran animal welfare. Jika tidak ada tindakan tegas, itu akan sangat merugikan masyarakat.
Baca juga:
Kodim Surabaya Timur Sosialisasi Kesehatan
|
Dalam penggelonggongan daging, oknum akan memasukkan air sebanyak-banyaknya pada sapi hidup. Itu bermaksud untuk menambah berat daging saat penjualan. Hewan menjadi kesulitan berdiri secara normal.
“Sapi dengan kondisi sulit berdiri akibat penekanan sistem otot hingga hanya bisa terbaring. Inilah yang menjadi alibi peternak untuk segera menyembelih hewannya, ” ujarnya.
Ciri-Ciri Daging Gelonggongan
Masyarakat dapat mengetahui ciri daging gelonggongan dengan melihatnya secara fisik. Yakni, melalui rembesan air dari daging yang cukup banyak. Jika disentuh, tekstur daging terasa lebih lembek dan warnanya lebih pucat.
“Biasanya dalam 1 kilogram daging sapi gelonggongan, terdapat kandungan 300 gram air di dalamnya. Hal ini sangat merugikan konsumen, ” ujar Prof Helmi.
Beli Daging yang Aman
Prof Helmi juga memberikan tips membeli daging. Jika ingin membeli daging, masyarakat hendaknya memilih daging yang tergantung.
“Masyarakat harus mengetahui fungsi utama teknik hanging ( menggantung, Red). Dengan posisi daging tergantung, air akan keluar dari daging, ” katanya.
“Tidak perlu pusing dan khawatir. Bila memang belum bisa membedakan secara langsung, beli di supermarket saja yang sudah terjamin kualitasnya. Namun, jika terpaksa membeli di pasar tradisional, masyarakat perlu menghindari pembelian daging yang diletakkan di meja, ” imbau Prof Helmi.
Prof. Dr. Mustofa Helmi Effendi, drh., DTAPH. saat memberikan orasi ilmiah pada pengukuhan guru besar. (Foto: Agus Irwanto).
Dorong Peran Akademisi
Daging gelonggongan merupakan bentuk cheating meat yang masuk dalam kategori tindak pidana. Pemerintah mesti menindak oknumnya secara hukum. Namun, hingga saat ini, masih ada kendala secara teknis terkait indikasi pasti dalam penggelonggongan sapi.
“Ke depan perlu ada pelatihan pada peternak, dokter muda, bahkan masyarakat dalam mengidentifikasi kondisi sapi yang dilakukan penggelonggongan. Sehingga, akan ada indikator pasti yang dapat ditetapkan secara hukum sebagai tindak pidana upaya penggelonggongan sapi, ” ujarnya.
Stakeholder juga harus terus memberikan edukasi kepada masyarakat . Agar, mashyarakat dapat terhindar dari kerugian pembelian daging gelonggongan.
“Tugas akademisi adalah harus melakukan sosialisasi melalui KEI, yakni komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat dalam mengetahui fungsi teknik hanging (penggantungan daging), ” tegasnya.
Lebih lanjut, wakil dekan III FKH UNAIR itu berpesan masyarakat tidak takut dalam dan semakin cerdas membeli daging sapi. Sebab, jika masayarakat takut, khawatirnya akan semakin banyak peredaran daging gelonggongan di pasaran.
Penulis: Azhar Burhanuddin
Editor: Feri Fenoria