Pengamat Kepolisian Didi Sungkono: Kabid Propam Harus Usut Pemerasan Oknum Cyber Polda Jatim

    Pengamat Kepolisian Didi Sungkono: Kabid Propam Harus Usut Pemerasan Oknum Cyber Polda Jatim

    Surabaya - Pengamat Kepolisian asal Surabaya, Didi Sungkono S.H., M.H., melontarkan pernyataan bahwa Kabid Propam harus berani mengungkap oknum perwira menengah subdit cyber Polda Jatim diduga memeras masyarakat Rp 420 Juta.

    "Itu bisa dipidanakan, karena Polri termasuk ASN (Aparatur Sipil Negara) yang mana dalam bertugas tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk materi (uang, emas, atau barang berharga lainnya), " ujar Didi Sungkono. Selasa (7/1/2025).

    Semua diatur dalam UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.

    "Ini harus diusut tuntas tidak boleh ada pembiaran. Polri ini alat negara, sebagaimana diatur dalam UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, " tegasnya.

    "Ada kode etik yang mengatur itu, anda sebagai wartawan juga harus berani sampaikan sebuah kebenaran, bukan menyajikan berita HOAX, sampaikan apa adanya ke masyarakat, " tegasnya.

    "Sungguh miris mengerikan dan sadis, inilah gambaran kelakuan oknum dan para oknum-oknum serta banyak oknum, " ucapnya.

    Pernyataan Pengamat Hukum Didi Sungkono S.H., M.H., tersebut berkaitan adanya sebuah video pengakuan seorang wanita istri dari lurah di Kec.Candi, Kab.Sidoarjo yang merasa diperas oleh oknum polisi, dan surat pernyataan dari NN yang merekam pengakuan itu.

    Dalam video tersebut, istri pak lurah merasa di peras oleh oknum penyidik Polda Jatim hampir setengah miliar.

    Ada 3 orang disebut dalam video yang ditangkap dan dibawa ke Polda Jatim terkait chip.

    "Jam 9 pak lurah dijemput dari disini di bawa mobil ke Polda, habis itu jam 2 baru aku dikabari kalau pak lurah kecekel (red: ketangkap)." terang istri dari lurah bernama Hendro dalam video.

    "Ta pikir pak lurah main, ternyata dia itu ketangkep. Chip itu loh, chip chipan. Orang 3 ketangkap, cuman aku dibilangin pak lurah jam 2 malam, ga tahunya pak lurah ketangkap, " ujarnya.

    "Jam 8 aku disuruh nyarikan uang 220 juta. Uang itu langsung saya antar ke Polda melalui pak siapa ya, aku lupa. Ga tau aku lupa, " lanjutnya.

    "Uangnya aku antar ke pak lurah, unit berapa saya lupa, setahunya itu pak Mujahidin atau Tarmuji itu gitu loh, ke Polda lantai 2. Masuk membawa HP saja tidak boleh. Sejam pak Kades pulang, " ujarnya.

    "Dhani kena 75 juta, Soleh 125, pak Hendro 220 juta, itu pun nego kalau ga nego kena setengah M (red:miliar). Pak lurah bilang kalau kena setengah M, mending ta jalani ae, " ungkapnya.

    Sementara itu, perempuan berinisial NN, dalam surat pernyataannya, mengaku kalau dirinya yang merekam pengakuan dari istri pak lurah.

    Surat pernyataan tertanggal 27 Desember 2024, NN menyatakan benar menyaksikan pengakuan dari bu kades desa Sambiroto, Kec. Candi Kab. Sidoarjo.

    "Nama panggilan bu kades Hendro di dalam video tersebut yang saya rekam bu kades Hendro mengatakan dengan sebenar nya suaminya telah di tangkap oleh subdib cyber Polda Jatim sekira bulan delapan 2023, " isi pernyataan NN.

    "Bu Hendro mengatakan telah membayar sejumlah nominal senilai Rp 425.000.000 dan diserahkan kepada kanit cyber di bawah pimpinan Kasubdit cyber AKBP Charles untuk melepaskan 3 tersangka, " cuplikan isi surat pernyataan. 

    "Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan video torsebut asli adanya tanpa rekayasa apa pun, " pungkasnya.

    Ketika hukum diperjualbelikan, ketika rakyat dan masyarakat dijadikan obyek pemerasan, sampai matahari terbit dari ujung barat akan sulit masyarakat percaya dengan Polri

    "Karena imbas dari kelakuan oknum-oknum Polri yang bermental bejat dan berkarakter seperti “iblis” yang akan memangsa rakyat, " tegas Didi Sungkono.

    Fenomena ini merupakan modus operandi yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut untuk memperkaya diri dengan cara-cara yang culas.

    “Kalau dilihat dan dicermati, video tersebut adalah asli bukan hoax. Dan kalau dilihat dari kacamata hukum, ini benar kejadian ada, " ujar direktur LBH Rastra Justitia 789 ini.

    "Dalam arti peristiwa pidana tersebut ada, korelasinya berkesinambungan, logika hukumnya tidak mungkin masyarakat berani membuat video pengakuan seperti ini kalau tidak ada peristiwa hukum yang terjadi, karena masyarakat rata-rata malas bersentuhan dengan hukum dan aparat hukum, " ujar kandidat doktor hukum ini.

    "Semua tergantung pihak pimpinan kepolisian, harusnya Kapolda mendapatkan informasi seperti ini segera turunkan team, baik Paminal atau Propam, tindaklanjuti kebenaran hingga timbul fakta-fakta hukum, ” ujar dosen ilmu hukum dibeberapa universitas.

    Lebih jauh Didi Sungkono menguraikan, hukum pidana memang tidak mengejar pengakuan tapi bukti otentik.

    "Kalau mencari bukti penyerahan uang ke siapa. Tentunya kesulitan, karena yang dihadapi ini juga bukan orang sembarangan, dalam arti oknum-oknum ini adalah arsitek hukum, merah bisa jadi biru, hitam bisa jadi ungu, " ujarnya.

    "Tapi ini kelakuan oknum ya, kalau Polri tetap baik. Inilah fungsi seorang pemimpin yang kapability, mempunyai kapasitas dan trust (kepercayaan), " ucapnya.

    "Bagaimana Polri kedepan akan dipercaya oleh masyarakat kalau ada info seperti ini tidak ditindaklanjuti?, " katanya.

    "Saksi fakta sudah ada, peristiwa hukum jelas, uang diserahkan dimana juga ada, kapan kejadiannya jelas, semua tinggal itikad baik dari pimpinan Polri, ” ujarnya.

    AKBP Charles Tampubolon diminta segera evaluasi anggotanya, karena dalam video tersebut sangat jelas salah seorang masyarakat memberikan “testimoni” pengakuan atas tindakan pemerasan sebesar ratusan juta rupiah.

    Menurut Didi Sungkono, tidak mungkin ada “asap” tanpa “api”. Kalau bicara bukti tentunya secara yuridis formil akan kesulitan, bukan berarti tidak bisa.

    Pemerasan bagaikan angin, terasa tapi tidak terlihat. Logika hukumnya mudah, peristiwa pidana ada, kapan, dimana, akan mudah diungkap kalau ada kemauan dari pimpinan Polri.

    "Inilah sebagian potret buram wajah penegakan hukum kita. Oknum-oknum Polri perjualbelikan kewenangan untuk mendapatkan sebuah kenyamanan hidup, " ujarnya.

    Bermewah mewah, “HEDON”, tinggalnya di apartemen mewah, baju, kaos, jam tangan branded semua, rumah dengan harga di atas Rp 5 Milliar.

    "Semua boleh-boleh saja, yang tidak boleh cara mendapatkan darimana, bukan dengan cara perjual belikan kewenangan, perjualbelikan hukum, " ujarnya.

    "KUHAP diartikan Kasih Uang Habis Perkara, KUHAP diartikan Kurang Uang Harus Penjara, " pungkasnya.

    Sementara itu, Kabid Propam Polda Jatim, belum bisa dikonfirmasi.

    “Bapak dari mana?. Wartawan apa?. Mohon maaf, beliau masih sibuk, tidak bisa diganggu, ” ujar petugas Propam Polda Jatim.

    Kepala subdit cyber Krimsus Polda Jatim, AKBP Charles Tampubolon saat dikonfirmasi tidak memberikan jawaban, baik melalui WhatsApp (WA) ataupun melalui telepon.

    Saat didatangi ke kantor cyber Krimsus Polda Jatim, "Bapak sedang ada giat luar, berkenan lain waktu datang kembali, " ujar penjaga depan kantor cyber Krimsus Polda Jatim.@Red.

    Mayzha

    Mayzha

    Artikel Sebelumnya

    Tingkatkan Ketertiban, Babinsa Ampel Ajak...

    Artikel Berikutnya

    Perhutani KPH Lawu Ds Gelar Pembagian Bibit...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Kajati Jatim Setujui 4 Perkara Diterapkan RJ
    Kajati Jatim Mia Amiati Beserta Jajaran Ikuti Peringatan Hari Lahir Bidang Pidana Umum ke-42
    Membangun Komunikasi dan Kewaspadaan: Fokus Utama Koramil 0830/05 Tandes
    KPK dan Polri Tingkatkan Sinergi untuk Pemberantasan Korupsi

    Ikuti Kami