SURABAYA – Di era digitalisasi, kebocoran data pribadi bisa terjadi kapan saja dan pada siapa saja. Baru-baru ini Indonesia dihadapkan pada serangan hacker anonim, Bjorka, yang mengaku telah membocorkan miliaran data penduduk. Tak main-main, ia juga mengaku telah membocorkan data para pejabat tinggi pemerintahan dan mengumbarnya di media sosial.
Merespons hal tersebut, dosen komunikasi UNAIR Dr Suko Widodo Drs MSi dalam kegiatan Perhumas Surabaya mengatakan terjadinya kebocoran data dapat menimbulkan risiko kerugian bagi siapa saja. Salah satu risiko kebocoran data ialah penyalahgunaan untuk transaksi ilegal, seperti pinjaman online ilegal tanpa sepengetahuan pribadi.
Baca juga:
Benahi SDN 2 Tumanggal eks Posko TMMD
|
Tak hanya itu, kebocoran data juga dapat disalahgunakan untuk motif-motif khusus, sebagaimana yang disampaikan oleh Dr Suko pada Rabu (14/9/2022). Ia menyebutkan bahwa data pribadi yang tersebar luas bisa saja disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, seperti kepentingan politik, ekonomi, dan lain-lain.
“Seperti kasus Trump itu, direkayasa sosial dengan motivasi macam-macam, seperti ekonomi, gagah-gagahan, bahkan politik, dan macem-macem ‘kan, ” ungkapnya.
Mengatasi konflik kebocoran data memang tidak mudah. Akan tetapi, bukan pula suatu hal yang mustahil dilakukan. Ia memaparkan upaya mitigasi yang harus dilakukan guna mengatasi masalah kebocoran data.
Bagi pemerintah, perlu meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya keamanan data masyarakat. Pemerintah perlu memberikan peringatan pada masyarakat bahwa data itu penting dan dapat menimbulkan kerugian jika tersebar luas. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan literasi digital masyarakat lantaran tingkat literasi digital masyarakat Indonesia masih minim.
Terakhir, Suko berpesan dengan tegas, masyarakat harus memiliki kesadaran untuk menentukan apa saja yang boleh dan tidak boleh untuk diunggah di internet. Sebab, salah satu kunci keamanan data adalah kesadaran diri sendiri.
“Jadi, kita harus hati-hati di dunia baru ini ya. Karena ternyata yang maya bisa jadi nyata, yang nyata bisa jadi maya. Pesan saya, ketahuilah apa yang Anda upload atau sampaikan di internet. Dan yang paling penting, ketahui juga apa-apa yang tidak boleh disampaikan di media sosial, ” pungkasnya.
Penulis: Yulia Rohmawati
Editor: Khefti Al Mawalia