SURABAYA – Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (UNAIR) bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur (MUI Jatim) melaksanakan kegiatan diskusi bertajuk Ranah Publik. Kegiatan itu disiarkan melalui jaringan radio di beberapa stasiun radio di Jawa Timur pada Jumat (14/10/2022).
Dalam diskusi tersebut, hadir Dr Radian Salman SH LLM sebagai narasumber didampingi oleh H Suparto Wijoyo sebagai pensyarah. Dr Radian Salman SH LLM merupakan dosen di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH UNAIR) dan juga koordinator program studi Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana UNAIR. Sementara itu, H Suparto Wijoyo merupakan Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana UNAIR.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Diskusi tersebut mengangkat tema Konstitusi untuk Melindungi Rakyat. Dalam diskusi itu, Dr Radian Salman SH LLM menjelaskan betapa pentingnya pengakuan terhadap hak asasi manusia (HAM) di dalam konstitusi. Ia juga menyampaikan beberapa hal yang menjadi tolok ukur terwujudnya konstitusi yang melindungi rakyat.
“Sejatinya, konstitusi memang ada untuk melindungi rakyat. Akan tetapi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Hal itu adalah apakah ada kebebasan berpendapat dan berekspresi? Lalu, apakah rakyat memiliki kesempatan seluas-luasnya dalam berkompetisi secara ekonomi? Hal-hal itulah yang menjadi ukuran terwujudnya konstitusi yang melindungi rakyat, ” jelas Dr Radian.
Ia juga merespons salah satu penanya perihal negara yang seakan melanggar hak masyarakat dengan melakukan pelarangan dan penolakan terhadap kegiatan masyarakat. Menurutnya, hal itu perlu dilihat dari sisi lain bahwa negara memang bertugas mengelola berbagai kepentingan.
“Negara mengelola berbagai kepentingan. Juga, setiap individu memiliki hak yang sama sehingga semuanya perlu diperhatikan. Dalam hal negara melakukan penolakan, pasti karena ada sesuatu yang dipertimbangkan. Bahkan, kadang Negara perlu untuk melakukan pengecualian berupa diskresi untuk meminimalisasi kemungkinan terburuk untuk terjadi, ” papar Dr Radian.
Dalam melihat konstitusi, Dr Radian menekankan bahwa esensi sebenarnya dari sebuah konstitusi adalah keadilan. Konstitusi yang tidak mampu mencerminkan keadilan itu tidak lebih dari sebuah tulisan yang mati di atas sebuah kertas.
“Konstitusi esensinya adalah keadilan, bukan hanya sekadar dokumen negara, melainkan harus menjadi norma dasar untuk terciptanya keadilan. Untuk itu, konstitusi harus terus diubah dan disesuaikan dengan kondisi zaman untuk dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, ” tambah Dr Radian.
Pada akhir, Dr Radian turut menjelaskan pemaknaan dari jihad konstitusi, sebuah kata yang santer terdengar. Menurutnya, jihad konstitusi dapat memiliki dua arti, yaitu perubahan konstitusi ke arah lebih baik dan penerapannya demi kesejahteraan. Ia juga menjelaskan bahwa menjalankan jihad konstitusi merupakan tanggung jawab bersama seluruh unsur Negara Indonesia.
“Jihad konstitusi dapat memiliki dua arti, yaitu konstitusi bukan barang keramat. Hal itu merespons doktrin orde baru tentang pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Padahal, di berbagai negara, konstitusi harus terus dikritisi. Kedua, jihad konstitusi berarti jihad untuk melaksanakan konstitusi itu sendiri. Perlu ditekankan bahwa konstitusi bukan barangnya orang hukum belaka. Namun, kita semua harus melaksanakan konstitusi, mulai dari rakyat hingga Lembaga Negara, ” pungkasnya.
Penulis: Fredrick Binsar Gamaliel M
Editor: Nuri Hermawan